Jumat, 18 Januari 2008

Pertanian Organik

Brosur Training "PERTANIAN ORGANIS YANG MASUK AKAL"

oleh : Jonatan Lassa

LATAR BELAKANG:
Secara global maupun nasional pertanian organis diharapkan menjadi
solusi atas persoalan persoalan yang berhubungan dengan kerusakan
lingkungan hidup, ketidak-adilan, dan keterancaman kehidupan umat
manusia di muka bumi.

Perkembangan pertanian organis selama sepuluh tahun terakhir baik
secara global maupun nasional sangatlah fantastik. Rata rata
pertumbuhan pasar produk pertanian organis secara global sekitar
20-25% per tahun dan secara nasional angka ini tidak berbeda jauh.
Sekarang produk pertanian organis dengan mudah bisa didapatkan di
super super market di kota kota besar di Sumatera, Jawa, Sulawesi. Di
beberapa kota bahkan ada toko toko khusus yang menjual produk
pertanian organis.

Adakah perkembangan ini menguntungkan petani kecil?
Justru disini persoalannya. Perkembangan pasar yang sangat significant
ini ternyata belum sepenuhnya menguntungkan bagi petani kecil. Petani
kecil tidak memiliki pengetahuan, ketrampilan, keberanian untuk
memulai bertani secara organis dan membangun hubungan dengan konsumen
organis.

Mengapa hal itu terjadi?
Kebanyakan petani tidak memiliki informasi yang cukup tentang
bagaimana memproduksi, dan memasarkan produk pertanian organis.
Kalaupun ada kelompok petani yang memperoleh pendidikan dan informasi
tentang pertanian organis, kebanyakan informasi dan pendidikan itu
sifatnya sangat idelogis sehingga hampir tidak mungkin dilaksanakan
oleh petani. Faktor lain adalah perangkat peraturan tentang tata cara
memproduksi (yang sudah distandard-kan) dan tata cara memasarkan
produk pertanian organis (yang harus melalui proses sertifikasi)
berkembang ke arah yang semakin sulit untuk mampu dipenuhi oleh petani
kecil.

Adakah solusi atau arah lain yang bisa ditempuh?
Ada. Di beberapa tempat di di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa
Tengah, terbangun komunitas komunitas petani yang sudah bertahun tahun
dengan konsisten mengembangkan pertanian organis. Pertanian organis
yang dikembangkan mengacu kepada tata cara produksi yang bisa
dilaksanakan (applicable) dan secara ekonomi menguntungkan. Mereka
membangun jaringan pasar sendiri sehingga tidak harus terperangkap ke
dalam proses sertifikasi yang mahal. Konsumen juga senang karena
mereka bisa langsung melihat proses produksi, bisa berhubungan
langsung dengan petani yang memproduksinya, dan yang pasti tidak harus
membayar terlalu mahal. Produk pertanian organis di supermarket
menjadi mahal sebenarnya karena konsumen harus membayar hal hal yang
dia tidak perlukan misalnya kemasan yang bagus, biaya sertifikasi,
iklan, dsbnya yang ditotal harganya sama dengan harga produk pertanian
organis, dan tidak ramah lingkungan.
Apakah itu bisa direplikasi?
Bisa. Oleh sebab itu kami mengadakan Training ini. Training ini
didesain untuk laki laki dan perempuan usia kerja yang tertarik
mengembangkan pertanian organis. Anda boleh saja aktifs Lembaga
Swadaya Masyarakat, Petani, Pengusaha, Mahasiswa, dsbnya. Yang
terpenting adalah anda berminat mengembangkan pertanian organis baik
dari aspek produksi, pemasaran maupun advokasi. Kami membangun sistem
training yang membuat anda merasa nyaman untuk belajar dari nara
sumber yang berkualitas dan berpengalaman pada bidangnya. Anda
langsung belajar dari realitas, dari orang orang yang terlibat didalam
mengelola realitas itu. Dan yang terpenting anda belajar dari orang
orang yang masih haus belajar.

Apakah keberhasilan yang terjadi di komunitas komunitas itu bukan cuma
sekedar satu atau dua kasus sukses?
Tidak. Dalam proses belajar ini juga akan dilakukan proses
triangulasi, dimana para ahli dari perguruan tinggi maupun dari Balai
Penelitian yang relevan akan dilibatkan mendiskusikan semua hal yang
terdapat di lapangan. Dengan demikian referensi tambahan dari studi
para ahli akan didapatkan untuk mempertajam apa yang di peroleh dari
proses belajar di lapangan. Proses ini adalah proses belajar bagi
semua pihak. Proses training didesain untuk tidak menjadi proses
indoktrinasi, tetapi proses diskusi dan triangulasi.

TUJUAN TRAINING:
1. Membagi pengetahuan dan pengalaman bertani organis (termasuk
memasarkan produk pertanian organis) yang sudah dilakukan ber
tahun-tahun oleh para penggiat pertanian organis di Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Jawa Tengah.
2. Membangun jaringan komunikasi antar penggiat pertanian organis di
Indonesia dan dunia.

METODELOGI:
Metode yang dikembangkan dalam proses training ini adalah metode
belajar yang mengacu kepada realitas dan bertujuan untuk merubah
realitas sehingga terbangun realitas baru yang cocok untuk
mengembangkan penghidupan berkelanjutan.

Adapun tahapan kegiatannya adalah sebagai berikut:

Tahap I: Pengantar Umum.
Dalam Tahap ini ada beberapa sesi yang akan dibicarakan. Sesi pertama
dari Tahap ini adalah perkenalan, yang kemudian dilanjutkan dengan
proses fasilitasi sehingga para peserta mampu mengidentifikasi
persoalan persoalan yang dihadapinya yang proses penyelesaiaannya
mungkin akan didapat dari training dan sekaligus merumuskan harapannya
mengikuti training. Kemudian para peserta juga akan diajak
mendiskusikan proses training yang akan dilalui, dan menyepakati
aturan main yang akan dipakai selama training.

Dalam Tahap ini juga akan dibicarakan beberapa hal penting tentang
pertanian organis meliputi:
• Apa itu Pertanian Organis
• Sejarah Pertanian Organis
• Perkembangan Pasar, Produksi, Jaringan, dan Peraturan
• Persoalan Persoalan/Isu Isu Penting
• Komponen komponen penting dari Pertanian Organis
Konteks yang akan menjadi realitas dari sesi ini adalah konteks
nasional, walaupun tetap akan menghubungkannya dengan konteks global.

Tahap II: Belajar Realitas Proses Produksi.
Peserta akan diajak berkunjung ke lahan lahan pertanian organis, baik
itu lahan sawah maupun lahan hortikultura. Lahan yang akan dikunjungi
adalah lahan lahan kecil yang dikelola oleh petani secara organis
selama bertahun tahun. Petani yang mengelola lahan akan menjadi
narasumber dalam proses belajar dalam tahapan ini. Dalam mempraktekkan
proses produksi yang akan dibagikan kepada para peserta, Sang Nara
Sumber juga akan didampingi oleh petani petani lain di sekitarnya yang
juga merupakan petani organis. Peserta akan dibagi ke dalalm kelompok
kelompok 3-5 orang dimana setiap kelompok akan difasilitasi oleh
seorang petani organis.

Ada beberapa proses produksi yang akan dikunjungi dan menjadi tempat
belajar dari masing masing kelompok secara bergantian yaitu:.
• Lahan untuk belajar teknik pengolahan tanah (pergiliran tanaman,
pengolahan lahan, teknik tumpang sari, dsbnya)
• Lahan untuk belajar teknik pembuatan kompos
• Lahan untuk belajar teknik pembibitan (pemilihan benih, penyimpanan
benih, penyilangan benih).
• Lahan untuk belajar Pengelolaan Hama dan Penyakit (pestisida
organis, pengamatan hama dan penyakit, penggunaan reppelent dan
attractant, dsbnya)

Masing masing kelompok akan diminta untuk membuat laporan dari apa
yang mereka pelajari dari lapangan dan hal hal apa yang mereka ingin
ketahui lebih banyak karena mereka tidak dapatkan dari diskusi dengan
narasumber di lapangan. Laporan tersebut dikumpulkan kepada panitia
sebagai informasi untuk menyusun topik topik diskusi dengan para ahli.
Laporan ini juga akan dipresentasikan oleh peserta pada pagi hari
berikutnya, sekaligus merupakan sesi untuk melakukan evaluasi atas
kegiatan sehari sebelumnya.

Tahap III: Belajar dari Realitas Pasar Domestik.
Pada Tahap ini peserta akan diajak mengunjungi para pemasar produk
pertanian organis. Ada beberapa jenis pemasaran yang akan dijadikan
tempat belajar yaitu:
• Pemasaran langsung ke konsumen
• Pemasaran melalui koperasi
• Pemasaran melalui toko
• Pemasaran dengan mengirimkan ke agen agen di Jakarta.
Adapun narasumber dari proses ini adalah para pelaku pemasaran. Para
peserta akan dibagi menjadi beberapa kelompok dalam kelompok 3-5
orang.

Masing masing kelompok akan diminta untuk membuat laporan dari apa
yang mereka pelajari dari proses belajar ini, dan hal hal apa yang
mereka ingin ketahui lebih banyak karena mereka tidak dapatkan dari
diskusi dengan narasumber. Laporan tersebut dikumpulkan kepada panitia
sebagai informasi untuk menyusun topik topik diskusi dengan para ahli.
Laporan ini juga akan dipresentasikan oleh peserta pada pagi hari
berikutnya, sekaligus merupakan sesi untuk melakukan evaluasi atas
kegiatan sehari sebelumnya.

Tahap III: Triangulasi dengan Para Ahli.
Tahap ini merupakan tahapan belajar bersama dimana narasumber
lapangan, peserta dan para ahli berdiskusi. Tahapan ini bertujuan
untuk men-triangulasi informasi yang didapat dari lapangan dan
informasi yang didapat dari studi studi para ahli.

Paling tidak 2-3 orang tenaga ahli akan hadir dalam pertemuan ini
yaitu Ahli Tanah, Ahli Hama dan Penyakit Tumbuhan, dan Ahli Pemasaran.
Namun secara umum ahli yang diundang adalah ahli yang keahliannya
dibutuhkan oleh peserta training berdasarkan laporan laporan kunjungan
lapangan yang diterima panita.

Tahap IV. Peserta Merumuskan Rencananya.
Setelah mendapat pengalaman dari lapangan dan dari para ahli maka
masing masing peserta diminta untuk menyusun rencana kerjanya setelah
pulang dari pelatihan. Rencana kerja yang dibuat merupakan rencana
kerja selama dua tahun yang dilengkapi dengan capaian capaian penting
yang akan dicapai per tiga bulan. Rumusan rencana kerja ini merupakan
rencana kerja pribadi yang tentu saja diharapkan sesuai dengan rencana
kegiatan dari lembaga pengirim.

Tahap V: Evaluasi
Evaluasi ada dua jenis yaitu evaluasi harian dan evaluasi akhir.
Setiap hari peserta diminta untuk membuat catatan harian yang
merupakan refleksinya atas kegiatan yang dilakukannya selama sehari.
Refleksi ini lebih melihat seberapa relevant materi dan proses dengan
konteks dilingkungan kesehariannya.

Pada hari terakhir, setiap peserta juga diminta untuk membuat catatan
evaluasi atas training secara keseluruhan, meliputi materi, nara
sumber, kegiatan, dan fasilitas terutama yang berkontributsi terhadap
tercapai atau tidak tercapainya harapan individu untuk datang ke
training.

Tahap VI: Komunikasi Tindak Lanjut.
Secara reguler INPROSULA akan menghubungi peserta dan lembaga pengirim
peserta untuk melihat persoalan peroslan baru yang dihadapi dan
mencari solusi atas persoalan tersebut.

WAKTU TRAINING:
Seluruh proses pelatihan akan menghabiskan waktu selama 6 hari efektif
dimulai tanggal 5-12 Juni 2007.

TEMPAT:
Pelatihan dilakukan di Yogyakarta. Untuk diskusi akan dilakukan di
ruang kelas sementara untuk kegiatan lapangan akan dilakukan di lahan
lahan petani organis yang berada di sekitar Yogyakarta.

FASILITATOR:
Koordinator Fasilitator : Ir. Sabastian Saragih MSc in Sustainable Agriculture.
(beberapa informasi untuk profile kenapa layak jadi fasilitator. Jika
perlu kita cantumkan fotonya in action)
Fasilitator Lapangan:

No Unsur Nama Pesrta Keterangan
1 Pelaku Mbah Suko, Mbah Kahar, Prayogo, Mbah Karmin, Pratik
Gunomartoyo Lebih dari 10 tahun bertani organis, mulai pemilihan
jenis, seleksi benih, pembibitan , pengolahan lahan, pengendalian
hama/penyakit, penyimpanan dan pemasaran .
2 Penggiat Muharjo
Imam
Siwihasto
Wiyanto
Wangsit Pelaku pasar produk organis
Staf Senior InProSuLA
Staf Senior InProSuLA
Staf senior inProSuLA
3 Tim Ahli Dr. Ir. Toto Himawan SU

Dr. Ir. Diah Setyorini.
Ahli Hama dan Penyakit Tumbuhan UNIBRA MALANG
Ahli Tanah dari BalitBang Bogor
4 Konsultant Ir. Sebastian E Saragih Msc.

Drs. Arif Wahidin MA

Dedy Haryanto SE,MM

Konsultant Sustainable Livelihoods- Pengurus InProSuLA
Konsultant Pemasaran dan Capacity Building – Pengurus InProSuLA
Konsultant – Business plan dan Micro finance petani.
Pengurus InProSuLA

BIAYA: Rp 3.500.000 per orang

FASILITAS:
- Akomodasi, dimana satu kamar berisi dua orang peserta dengan
fasilitas AC, TV, kamar mandi.
- Transportasi selama latihan
- Komsumsi dan snack selama pelatihan
- Kaos, Topi, dan Tas
- Alat alat dan bahan.

PESERTA:
- Peserta setiap pelatihan adalah 15-20 orang.
- Peserta adalah orang orang yang berminat melakukan kegiatan kegiatan
yang berhubungan dengan pengembangan pertanian organis.
- Peserta sehat jasmani dan rohani.
- Peserta yang berminat silahkan menghubungi Koordinator Training
sebelum tanggal 22 Mei 2007.
- Peserta yang mendaftar terlebih dahulu akan diprioritaskan sampai
terpenuhinya quota pelatihan
- Biaya Training ditransfer ke Bank Mandiri KK UGM, Jl Nusantara No 1
Yogyakarta No Rekening : 137-0005050824, atas nama : Perkumpulan
InProSuLA

TRAINING MANAGER: Dedy Haryanto
Inprosula_train...@yahoo.co.id. HP 081 229 589 62
Revolusi Hijau Mengecewakan Petani?


Kontribusi dari Goeswono Soepardi
Senin, 16 Oktober 2000

Cukup mengejutkan. Sekumpulan petani yang diundang ikut merayakan Dies Natalis ke-37 IPB di Kampus Darmaga
September 2000, menuntut IPB meminta maaf secara nasional atas kekecewaan petani karena revolusi hijau
menyengsarakan mereka.
Cukup mengejutkan. Sekumpulan petani yang diundang ikut merayakan Dies Natalis ke-37 IPB di Kampus Darmaga
September 2000, menuntut IPB meminta maaf secara nasional atas kekecewaan petani karena revolusi hijau
menyengsarakan mereka.
Alasannya, penggunaan pupuk dan pestisida telah merusak tanah dan lingkungan, sehingga menyulitkan produksi.
Akibat pemakaian pupuk inorganik terus menerus dan takarannya selalu ditingkatkan, menyebabkan tanah mengalami
degradasi, sehingga pemupukan tidak bisa lagi menaikkan hasil.
Pestisida yang digunakan bertubi-tubi tanpa pandang bulu menyebabkan tertempanya generasi hama dan penyakit yang
jauh lebih tangguh dari sebelumnya. Varietas unggul yang selalu dimunculkan setiap kali hama/penyakit, makin tangguh
dan penyerapan hara dari tanah menenggelamkan varietas milik petani yang menghasilkan nasi punel dan wangi.
Selain itu juga kian menyulitkan pelaksanaan usahatani karena petani dibingungkan oleh anjuran memakai varietas
baru. Petani terus dihadapkan perubahan ke arah kian sulitnya budidaya tani dan jelimetnya saran teknis yang diberikan
penyuluh pertanian. Akibatnya, petani merasa sama sekali tidak tenang memikirkan apa lagi yang harus dilakukan di
musim tanam berikutnya.
Birokrat yang merencanakan sarana produksi dan penyelia teknologi (peneliti dan penyuluh) selama berpuluh tahun
bisanya hanya berpikiran baku sehingga hasil perencanaan mereka berakhir dengan jumlah kredit baku, jumlah saprodi
baku, teknologi budidaya baku, cara penyuluhan baku, harga beli hasil pertanian baku, dan kebijakan baku yang
diberlakukan secara nasional.
Mereka tidak sadar nusantara ini merupakan kepulauan yang ekologi dan kemampuan sumberdaya alamnya berbeda.
Tidak mengherankan dengan wawasan baku nasional keunggulan setempat nyaris tidak tergali. Baru lima tahun terakhir
wawasan baku nasional dicampakkan, diganti wawasan tidak baku secara nasional.
Kini mulai ada anjuran memakai varietas unggul lokal, saran pemupukan yang didasarkan atas kebutuhan lokal yang
menjaga keseimbangan kebutuhan tanaman dan kemampuan tanah menyediakan hara, dan lainnya. Tetapi, harga beli
hasil pertanian tetap diberlakukan baku secara nasional. Meski terjadi perubahan wawasan, kinerja pertanian tetap
terpuruk. Pengadaan kredit usaha tani tidak kunjung terbenahi. Harga hasil pertanian tetap gonjang-ganjing. Tidak
mengherankan petani tetap merasa kecewa.
Pertanyaan menggoda, benarkah pernyataan sekumpulan petani yang datang ke IPB bahwa semua petani Indonesia
mengeluhkan kesukaran yang ditimbulkan akibat revolusi hijau yang penjabaran praktiknya dalam bentuk bimbingan
massal dan berkembang menjadi intensifikasi massal dan intensifikasi khusus itu menyiksa kerja petani? Benarkah
dinamika usahatani dari panca usaha, berkembang menjadi sapta usaha, disempurnakan menjadi dasa usaha, membuat
petani tidak tenang memikirkan apa yang harus dikerjakan di musim tanam berikutnya?
*** AGAKNYA hanya di Indonesia, ada program intensifikasi pertanian menyebabkan petani menderita. Sebelum tahun
1963, prestasi petani dalam bidang pertanian-ketika belum mengenal pupuk, belum mengenal varietas unggul, belum
mengenal tandur jajar, belum mengenal tanam serempak, dan belum mengenal pestisida-adalah apa adanya.
Orang nrimo apa adanya yang dihasilkan petani, meski di sana-sini terjadi kelaparan atau busung perut. Belum semua
penduduk menuntut makan nasi, meski Bung Karno berorasi, bangsa yang tidak makan nasi adalah bangsa yang masih
dijajah. Herannya, yang biasa makan thiwul, jagung/sorgum, sagu, atau ubi jalar, tidak kedengaran menuntut ingin
makan nasi. Mereka puas dengan apa yang mereka biasa makan.
Saat itu penduduk Indonesia belum mencapai 90 juta jiwa. Luas panen pertanian baru 10 juta hektar. Dari jumlah itu
baru 30 persen yang dapat dilayani irigasi teknis. Karena produktivitas usahatani saat itu amat bersahaja, dengan area
panen seluas itu dan tidak semua penduduk "biasa makan nasi", kita tidak merasakan adanya tekanan harus mengimpor
pangan.
Yang tidak terperikan ialah, dalam waktu 37 tahun kemudian penduduk melipat lebih dari dua kali menjadi 205 juta jiwa,
sedangkan luas panen kita hanya bertambah menjadi 15 juta hektar dan yang dapat diirigasi teknis melompat mendekati
50 persen. Seluruh warga, melalui doktrin pegawai negeri, tentara, dan polisi mendapat jatah beras, menjadi kulino
dengan nasi. Suasana adem pangan sebelum tahun 1963 tidak dirasakan lagi.
Keadaan pangan saat ini benar-benar mencekam penduduk baik sebagai konsumen maupun produsen. Petani
mengeluh karena hasil jerih payahnya ditelikung kebijakan pemerintah yang mengizinkan segala macam pangan masuk
dari luar secara bebas, bebas dari pembatasan jumlah dan mutu, serta bebas dari kewajiban membayar bea masuk.
Belum lagi kebijakan pemerintah yang menyetujui dinaikkannya semua sarana yang terkait dengan produksi pertanian,
berbelitnya prosedur mendapatkan kredit, dan melencengnya penggunaan kredit usaha tani.
Akibat kebijakan yang amburadul itu, petani dihadapkan pada biaya produksi yang tinggi dan hasil produksinya harus
bersaing dengan harga pangan impor. Barangkali keluhan petani yang datang ke IPB itu dimaksudkan agar
kesengsaraan akumulatif petani yang sebenarnya merupakan akibat kebijakan impor, pengadaan, dan niaga pangan
pemerintah yang amburadul dicoba diteumbleuhkeun ke revolusi hijau yang penerapannya berupa intensifikasi
usahatani.
Mengingat lahirnya bimbingan massal (bimas) dibidani IPB, maka tokoh bimas IPB (Prof Gunawan, Ir Sukmana
(Almarhum), Ir Djatijanto, beratus staf dan beribu mahasiswa tingkat sarjana beserta Menteri Pertanian (Prof Toyib, Ir
Affandi Almarhum, Prof Syarifuddin, Prof Soleh dan Prof Bungaran) dibidik sebagai penyebab sengsaranya petani.
Rumah Kiri | Media Progresif Kaum Kiri Indonesia
http://rumahkiri.net _PDF_POWERED _PDF_GENERATED 19 January, 2008, 04:50
Apakah ini yang disebut reformasi di bidang politik pertanian.
Meski ada revolusi hijau yang diterjemahkan menjadi program intensifikasi yang menyebabkan kinerja pertanian
meningkat seperti yang ditunjukkan produksi padi, kedelai, jagung, dan berkembang dari 2,5 ton menjadi 10 ton gabah,
0,6 ton menjadi 1,6 ton ose kedelai, dan 1,6 ton menjadi 6,8 ton pipilan jagung/hektar/musim tanam, swa sembada
pangan hanya bisa dicapai tahun 1984, bertahan sampai tahun 1986. Setelah itu, pengadaan pangan (kedelai, jagung,
beras, dan gula) terpuruk terus dalam ketagihan impor pangan sampai sekarang.
*** BETULKAH revolusi hijau menyengsarakan petani? Revolusi hijau lahir di Meksiko. Pakar genetika Amerika Borlaugh
ketika bekerja di pusat pengembangan gandum yang berkedudukan di Meksiko berhasil merekayasa varietas gandum
dengan ciri-ciri berproduksi tinggi, tahan hama/penyakit, tahan rebah, amat responsif terhadap pemupukan.
Keberhasilan merekayasa varietas unggul mampu mengatasi kebuntuan produksi dan memberi harapan makan bagi
umat di muka bumi yang bertambah pesat sekaligus menggugurkan teori Malthus yang mengatakan dunia tidak bisa
memberi makan kalau dikaitkan dengan pertambahan penduduk yang dahsyat. Keberhasilan menembus kebuntuan
produksi dan membuka harapan dapat memberi makan umat diberi nama revolusi hijau dan diakui sebagai
kecemerlangan ilmiah yang diganjar hadiah Nobel yang pertama di bidang pertanian.
Nuansa keberhasilan menembus kebuntuan produksi dan membuka harapan dapat memberi makan mengilhami staf
pengajar Jurusan Agronomi yang dipelopori Dr Ir Gunawan Satari dan Ir Djatijanto, dan dimotori Ir Sukmana untuk
membenahi budidaya padi dan menciptakan keseragaman dan keserempakkan penerapan budidaya padi sawah.
Pembenahan budidaya mencakup penyeragaman dan keteraturan menanam (lahir teknik tandur jajar), memupuk secara
tertib (cikal bakal pemupukan berimbang), dan mengendalikan gulma (lahir alat landak, semacam kitiran untuk mencabut
kemudian membenamkan gulma ke dalam lumpur). Keserempakkan diarahkan untuk mendapatkan pelayanan air irigasi
secara optimal (usaha menyesuaikan jadwal olah tanah dan tanam dengan sistem golongan irigasi) dan mengecoh
hama/penyakit serta mengencerkan dampak hama/penyakit.
Dari hasil kerja keras itu lahir rekayasa sosial Bimbingan Massal yang di dalamnya diterapkan secara konsisten
budidaya Panca Usaha Pertanian. Temuan ini merupakan revolusi budidaya tani di kalangan petani. Bimbingan Massal
merupakan penerapan konsep keserempakan dimana petani secara massal dibimbing untuk menerapkan budidaya
Panca Usaha secara konsisten dan benar. Dalam proses mensosialisasikan budidaya Panca Usaha Pertanian
dikerahkan beratus staf dan beribu mahasiswa tingkat Sarjana IPB untuk menyuluhkan sekaligus mengawal penerapan
teknologi budidaya tersebut.
Pengerahan warga civitas academica IPB merupakan wujud pengabdian sekaligus membantu penyuluh pertanian yang
jumlahnya terbatas saat itu. Sosialisasi Panca Usaha Pertanian tidak terbatas di Jawa, tetapi menyebar ke seluruh
Nusantara. Saat itu, Fakultas Pertanian selain IPB tergerak turut bahu membahu mewujudkan dapat dinikmatinya
revolusi hijau oleh petani. Kesuksesan mereka tidak luput dari kerja keras dan keberhasilan Siregar beserta anak
didiknya menghasilkan berbagai varietas unggul padi.
Berkembangnya penerapan Panca Usaha Pertanian mendorong bangkitnya gairah merekayasa varietas-varietas
unggul, perlunya didirikan pabrik pupuk (urea merupakan pupuk pertama yang diproduksi di Indonesia, disusul ZA, TSP,
dan lainnya), lahirnya alat pengolah tanah (traktor tangan), pemroses hasil pertanian (di antaranya perontok gabah,
huller, dan lainnya), dan munculnya berbagai formulasi pestisida (sekarang sudah ada industri pestisida). Peran lembaga
penelitian dan perguruan tinggi menjadi menonjol dalam menyajikan temuan teknologi baru dan berbagai
penyempurnaan teknologi budidaya lama yang sasarannya adalah meningkatkan dan mengamankan produksi sekaligus
mengamankan kelangsungan hidup manusia dan membuka peluang hidup bagi generasi berikut bebas dari rasa takut
tidak bisa makan.
Panca Usaha Pertanian terus berkembang. Berbagai lembaga terkait, langsung atau tidak langsung, dengan pertanian
diikutkan dalam Bimbingan Massal. Muncul rekayasa sosial Sapta Usaha Pertanian dan akhirnya menjadi Dasa Usaha
Pertanian. Karena Panca, Sapta, atau Dasa Usaha Pertanian sebenarnya merupakan usaha mengintensifkan budidaya
pertanian secara massal, maka lahir rekayasa teknologi bernama Intensifikasi Massal, Intensifikasi Umum, dan
Intensifikasi Khusus. Ketiga jenis intensifikasi sebenarnya sama, hanya penekanan pada sasaran yang ingin dicapai
agak berbeda dan petani yang diikutkan dalam program itu agak spesifik.
Semua program intensifikasi didampingi kesempatan memperoleh kredit usaha pertanian. Kredit diadakan agar sasaran
intensifikasi tercapai. Di sini sering terjadi pemaksaan terselubung. Petani penerima kredit usaha pertanian wajib ikut
program pemerintah yang pada dasarnya merupakan program peningkatan produksi dan hampir tidak memperhatikan
segi komersialnya. Selama niaga komoditas pangan ada dalam genggaman monopoli pemerintah (cq Bulog) petani tidak
begitu merasakan dampak negatif dari bisnis pangan. Harga beli dan jual komoditas pertanian sepenuhnya dikuasai
pemerintah.
*** ERA segala diatur dan ditentukan berakhir dengan lahirnya gerakan reformasi di segala bidang. Tata ekonomi
berubah total. Peran monopoli yang semula dimainkan pemerintah, dihapus. Perdagangan hampir di segala sektor
seketika menjadi bebas. Keterpurukan ekonomi, ketidak-menentuan arah politik, ketidak-stabilan keamanan, dan kurang
fokusnya pemerintah mempersulit kehidupan masyarakat, terutama kaum petani. Gonjang-ganjing kebijakan di bidang
impor pangan, membuat kehidupan petani menjadi tidak menentu. Pantas mereka kecewa. Pantas mereka mudah
termakan isyu, kesengsaraan kehidupan mereka akibat revolusi hijau yang dipelopori IPB yang diterapkan di Indonesia.
Menggelandang petani ke arah kesimpulan itu patut disesalkan. Petani lupa menyadari, keberhasilan usaha mereka
adalah berkat Panca Usaha. Dan kesengsaraan mereka sebenarnya bukan disebabkan oleh revolusi hijau tetapi oleh
kebijakan amburadul pemerintah. Penulis yakin, IPB tidak pernah memiliki pikiran atau niat menyengsarakan petani.
Dengan cara itu petani memiliki daya saing yang kuat dalam menghadapi era pasar globalisasi.
Setelah mengikuti uraian ini, mudah-mudahan sekumpulan petani yang datang ke IPB dengan tuntutan agar IPB
meminta maaf secara nasional karena membuat mereka sengsara akibat revolusi hijau, merenungkan kembali
Rumah Kiri | Media Progresif Kaum Kiri Indonesia
http://rumahkiri.net _PDF_POWERED _PDF_GENERATED 19 January, 2008, 04:50
tuntutannya, berubah pikiran, dan berbalik merasa berterima kasih karena IPB telah berbuat baik dan jauh dari niat
menyengsarakan petani. Institut Pertanian Bogor dilahirkan dari petani, diilhami oleh petani, dan berbakti bagi petani.
Goeswono Soepardi, Pengamat Pertanian.
Sumber: Kompas, Senin, 16 Oktober 2000

Angkak

Angkak Meningkatkan Jumlah Trombosit

KEMBALI tahun ini gigitan nyamuk betina si belang Aedes aegypti membawa petaka, wabah virus demam berdarah dengue (DBD). Virus DBD masuk ke dalam tubuh, ber-replikasi dalam simpul-simpul getah bening, menginfeksi sel-sel darah putih dan kelenjar getah bening. Penderita akan demam, trombosit darah turun drastis (( 100.000 /ml), terdapat ruam merah di kulit karena darah merembes keluar dari pembuluh kapilernya, shock dan kematian dapat menjelangnya.

Secara praktis jumlah trombosit merupakan indikator penting dalam penyakit ini. Berbagai cara dilakukan untuk menaikkan jumlahnya agar si penderita mampu bertahan dan sembuh. Salah satunya yang sekarang mulai populer adalah dengan angkak. Angkak sebenarnya adalah "beras jamuran", beras yang sengaja ditanami kapang (janur) merah Monascus purpureus. Angkak secara tradisi telah lama dimanfaatkan sebagai bumbu, pewarna dan obat, termasuk di antaranya adalah obat demam.

Dapatkah Angkak meningkatkan jumlah trombosit penderita demam berdarah?

Pertanyaan ini telah banyak dilontarkan sejumlah orang di berbagai tempat, termasuk di koran, tabloid, TV dan internet. Pemberian "beras jamuran" isolat Monascus purpureus JmbA pada tikus Wistar putih di laboratorium ternyata mengindikasikan adanya potensi angkak dalam meningkatkan jumlah trombosit. Trombosit tikus percobaan meningkat lebih separuhnya (67%) dari kondisi awal setelah seminggu pemberian angkak sebanyak 0,1 gram/ekor/hari. Pemberian angkak dalam jumlah sepersepuluh dari dosis tersebut pun meningkatkan jumlah trombosit sampai setengahnya. Jumlah trombosit mencapai dua kali lipatnya ketika dosis angkak dinaikan menjadi 0.5 g/ekor/hari. Tikus percobaan tetap aktif dan tidak teramati adanya perubahan kondisi yang berarti selama masa percobaan.

Bagaimana angkak dengan lovastatinnya dapat meningkatkan trombosit dan membantu perang melawan virus DBD? Sebenarnya lovastatin dikenal baik sebagai agen penurun kolesterol. Setidaknya dalam mekanisma penurunan kolesterol, lovastatin menurunkan "kolesterol jahat" LDL (low density lipoprotein) dengan mengoksidasinya. LDL yang teroksidasi inilah, bersama dengan protein perangsang kinetika monosit dan megakaryosit (monocyte and megakaryocyte chemotactic protein-1) merangsang regenerasi dan pengumpulan monosit dan megakaryosit untuk bermigrasi ke ruang endothelium dan berubah, masing-masing menjadi makrofaga dan trombosit aktif. Makrofaga dan trombosit inilah yang berperang dengan virus DBD untuk mengeliminasinya.

Selain meningkatkan jumlah dan fungsi makrofaga dan trombosit, angkak dengan lovastatinnya juga dapat menyumbangkan ubiquinone dan hemeA yang penting dalam peningkatan energi sel dan perbaikan sel-sel darah merah. Kedua hal ini sangat penting dalam mendukung proses penyembuhan penyakit DBD.

Bagaimana peluang pengaruh buruk angkak?

Lovastatin dalam dosis pakainya secara umum sangat ditolerir oleh metabolisma tubuh. Gangguan hati dan otot dapat terjadi terutama pada individu yang sensitif terhadap kasus overdosis dan atau bersamaan dengan pemberian obat anti jamur berbasis bahan aktif azole. Strain Monascus purpureus perlu juga diperhatikan karena strain tertentu memproduksi citrinin dalam jumlah tinggi. Citrinin adalah salah satu bahan kimia yang beracun dari kapang. Kontaminasi angkak oleh bakteri dan kapang lain yang berbahaya harus dihindari dalam pembuatan dan penyimpanan angkak.

Kapang Monascus purpureus JmbA dengan kandungan lovastatinnya adalah salah satu dari keanekaragaman mikroba Indonesia yang memiliki potensi biomedis yang dapat dikembangkan. Lovastatin adalah bahan bioaktif yang dikenal baik berperan dalam penurunan kolesterol, pengobatan diabetes, jantung koroner, rapuh tulang, penghambatan tumor dan penyakit degeneratif. Riset dan konservasi keanekaragaman mikroba harus dilakukan. Karena seperti fenomena DBD berlaku jargon keanekaragaman hayati: Lestari atau Mati.

(Novik Nurhidayat- Laboratorium Biosistematika dan Genetika Mikroorganisma, Puslit Biologi LIPI, Bogor)

Balitkabi Malang

Rabu, 16 Januari 2008

Mikoriza

PEMANFAATAN MIKORIZA UNTUK PENANGGULANGAN LAHAN KRITIS


Oleh:
IGM. Subiksa
P.026.00008
E-mail : igmsubiksa@yahoo.com

Dalam rangka rehabilitasi lahan-lahan kritis yang luasnya semakin besar di Indonesia serta meningkatkan produktivitasnya untuk keperluan pertanian, perkebunan, kehutanan, dan pelestarian alam, perlu dilakukan upaya-upaya yang dapat memodifikasi lingkungan tumbuh tanaman. Lahan kritis memiliki kondisi lingkungan yang sangat beragam tergantung pada penyebab kerusakan lahan. Secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi lahan kritis menyebabkan tanaman tidak cukup mendapatkan air dan unsur hara, kondisi fisik tanah yang tidak memungkinkan akar berkembang dan proses infiltrasi air hujan, kandungan garam yang tinggi akibat akumulasi garam sekunder atau intrusi air laut yang menyebabkan plasmolisis, atau tanaman keracunan oleh unsur toksik yang tinggi. Pemanfaatan mikoriza, suatu bentuk asosiasi cendawan dengan akar tanaman tingkat tinggi, merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produktivitas lahan kritis. Karakteristik asosiasi mikorisa ini memungkinkan tanaman untuk memperoleh air dan hara dalam kondisi lingkungan yang kering dan miskin unsur hara, perlindungan dari patogen akar dan unsur toksik dan secara tidak langsung melalui perbaikan struktur tanah. Hal ini dimungkinkan karena mikoriza memiliki jaringan hipa eksternal yang luas dan diameter yang lebih kecil dari bulu-bulu akar, enzim fosfatase dan sekresi hipa lainnya serta terbentuknya mantel hipa yang melindungi akar secara fisik. Pemanfaatan jenis-jenis isolat cendawan mikoriza harus disesuaikan dengan tanaman inangnya, karena seringkali cendawan tertentu hanya dapat membentuk mikoriza dengan tanaman inang tertentu pula. Lahan alang-alang adalah salah satu bentuk lahan kritis yang sangat luas di Indonesia. Alang-alang bisa tumbuh dan berkembang pada lingkungan tanah yang ekstrim karena membentuk mikorisa dengan berbagai cendawan. Rehabilitasi lahan alang-alang dapat dilakukan dengan tanaman yang bermikoriza, baik untuk tanaman pangan, perkebunan, penghijauan maupun hutan tanaman industri. Tanaman bermikorisa akan mampu bertahan dari kondisi kering , miskin hara serta kondisi fisik tanah yang kurang baik. Pada lahan salin, mikorisa mampu menahan laju penurunan produktivitas lahan, karena dalam kondisi salinitas yang tinggi, cendawan mikoriza masih mampu bertahan dan mensuplai air dan unsur hara bagi tanaman inang. Pada tanah yang tercemar logam berat dan senyawa polysiklik aromatik dari limbah industri, mikoriza dapat melindungi tanaman inang dari efek meracun unsur tersebut melalui mekanisme filtrasi, kompleksasi dan akumulasi unsur tersebut pada hipa cendawan dan mencegahnya masuk ke sel tanaman inang. Sumber inokulum yang berasal dari lahan tercemar, memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan inokulum dari lahan yang tidak tercemar.
Lahan kritis yang ditandai rusaknya struktur tanah, menurunnya kualitas dan kuantitas bahan organik, defisiensi hara dan terganggunya siklus hidrologi, perlu direhabilitasi dan ditingkatkan produktivitasnya agar lahan dapat kembali berfungsi sebagai suatu ekosistem yang baik atau menghasilkan sesuatu yang bersifat ekonomis bagi manusia.

Mikoriza, suatu bentuk asosiasi mutualistis antara cendawan dengan akar tumbuhan tingkat tinggi, memiliki spektrum yang sangat luas baik dari segi tanaman inang, jenis cendawan, mekanisme asosiasi, efektivitas, mikrohabitat maupun penyebarannya.

Pertumbuhan tanaman meningkat dengan adanya mikoriza karena meningkatnya serapan hara, ketahanan terhadap kekeringan, produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh, perlindungan dari patogen akar dan unsur toksik. Sedangkan cendawan mendapat manfaat dari suplai hasil fotosintat dan tempat berkembang.

Konversi hutan alam menjadi lahan pertanian, perkebunan atau hutan tanaman industri akan merubah keragaman jenis dan umur spesies tanaman , bahan organik tanah serta siklus hara dan air. Kondisi ini akan merubah keragaman spesies dan jumlah propagul cendawan mikoriza.

Lahan alang-alang dapat ditingkatkan produktivitasnya untuk tanaman pangan, perkebunan, hutan tanaman industri maupun penghiajuan dengan memanfaatkan bibit tanaman yang telah bermikoriza agar dapat bertahan dalam kondisi miskin hara, kekeringan, serta persaingan dengan tumbuhan alang-alang.

Tanaman pada lahan salin dapat bertahan pada kondisi salinitas tinggi bila berasosiasi dengan cendawan mikoriza, karena dalam kondisi salinitas tinggi hipa eksternal cendawan masih mampu mensuplai air dan unsur hara untuk tanaman inang, sehingga mencegahnya dari proses plasmolisis akibat proses osmotik.

Usaha bioremidiasi tanah tercemar logam berat , limbah industri atau tailing pertambangan dapat dipercepat dengan tanaman bermikoriza, karena cendawan mikoriza dapat melindungi tanaman inang dari serapan unsur beracun tersebut melalui efek filtrasi, kompleksasi dan akumulasi.

Inokulum cendawan mikoriza yang berasal dari ekosistem lahan tercemar logam berat lebih efektif menanggulangi lahan-lahan tercemar logam berat jika dibandingkan dengan isolat cendawan yang sama yang berasal dari ekosistem yang tidak tercemar.

Cempedak Malinau

Berita MALINAU

Senin, 24 Februari 2003
Malinau Siap Panen Raya Cempedak
Abdul Fatah: Kami Bingung Pemasarannya


MALINAU-Tak lama lagi, Kabupaten Malinau akan melaksanakan panen raya buah cempedak di perkebunan cempedak daerah Batu Ujang-Ujang Kecamatan Malinau Utara yang luasnya mencapai puluhan hektare. Namun yang yang menjadi kendala adalah untuk memasarkannya.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pertanian (Distan) Malinau Ir Abdul fatah Zulkarnaen kepada KPNN kemarin mengungkapkan, diperkirakan, panen raya tersebut akan dilakukan sejak awal bulan Maret 2003.


Seperti yang diketahui, cempedak Malinau sudah resmi menjadi buah unggul nasional beberapa waktu lalu. Dan, tanaman cempedak sendiri di Malinau sudah cukup banyak, bahkan bisa dibilang melimpah, namun yang menjadi kendala saat ini, adalah soal pemasarannya. "Panennya nanti pasti berlimpah-limpah, kalau tidak bisa menjualnya, sama juga rugi, jadi yang perlu dipikirkan sekarang adalah bagaimana menebus pasarnya itu," katanya bingung memasarkan buah khas Malinau tersebut.


Sementara ini, satu langkah yang telah dilakukan Distan adalah memberikan bantuan mesin untuk membuat kripik cempedak, namun hingga sekarang belum dimanfaatkan oleh pihak pengelola. Sementara kalau cempedak, hanya dijual di lingkungan Malinau saja, kemungkinan besar, akan turun drastis harganya, belum lagi banyak yang membusuk, karena terlalu lama tidak laku.


Di Batu Ujang-Ujang sendiri, lahan yang ditanami cempedak mencapai puluhan hektare atau sekitar 100 pohon lebih. Kemudian, masih kata dia, misalkan 1 pohon berbuah hingga 500 buah, sudah berapa ribu buah yang terproduksi dalam sekali panen. "Sementara buah cempedak itu, masa panen hanya sebentar dan bersamaan, tidak seperti buah-buah lainnya yang bisa berkelanjutan," ungkapnya dan menyebutkan, panen cempedak setiap 1 tahun hanya sekali. "Jadi kalau semua panen bersamaan, bagaimana tidak kualahan untuk memasarkannya," tambahnya.


Kemudian, untuk jalan keluar dari masalah tersebut, Distan menyarankan, agar pemerintah daerah dalam hal ini melalui dinas terkait, seperti Disperindagkop, maupun Distan sendiri, memberikan solusi bagaimana agar pemasaran buah cempedak dari Malinau ini bisa lancar, dan petani tidak dirugikan. "Mungkin bisa mencari pasar di luar Malinau, seperti Tarakan, Bulungan, Nunukan atau bahkan bisa ke negara tentangga Malaysia, tentu saja dari kita (Pemkab) Malinau yang harus mencarikan jalannya," ulasnya.(ngh)

Rabu, 02 Januari 2008